3 December 2004

catatan terakhir


#1
sunyinya malam telah menyempurnakan ritual ini
kita mabuk setelah menenggak berbotol cerita
dan bumi membuat kita tersungkur
tersujud di telapak waktu yang membusuk
hingga guratan_guratan nasib kita terlihat jelas
memerihkan mata yang kian terkubur debu
jangan berisik, kekasih
inilah saatnya kita benar_benar terkalahkan asa.



#2
telah kita tuliskan ribuan lembar mimpi
di jubah langit yang tertambal pilu
kita tidak dapat membacanya, kekasih
sejumput awan telah melarikan jubah itu
menembus jagat yang paling kelam,
dan kita di sini
masih menggenggam pena yang telah kering.



#3
pertemuan kita di lereng lembah itu
telah mengikis berbongkah batu beku
hingga akar_akar tua ini menangis tersedu
air matanya menjelma kabut yang paling dingin
menembus tulang_tulang hati kita,
tidak ada jerit pilu di sini.
hanya ada kematian manis yang teramat pahit.



#4
kaki kita telah berjarak ribuan langit
hanya pijakan rapuh yang menadahnya
di belantara awan hitam,
kita saling memalingkan wajah
mencari serakan nama yang terbawa badai salju.
segalanya memutih di sini
berikut mata kita yang memang telah buta
sejak para pengawal neraka menyered kita
merayapi duri_duri bambu yang memagari
rumah kecil kita di sudut ajal sana.



#5
kekasihku, gadis bermata coklat.
tembok_tembok tebal ini telah usai bercerita
tak ada lagi sajak penutup untuk malam ini.
bantu aku merobohkan mereka,
kita kangkangi kesombongan kelamnya.
inilah saatnya fajar menjemput kita
dengan kereta kuda yang kakinya terluka
ikutilah ceceran darah putihnya
itu adalah jejak dari dewi malammu.
dan aku akan bersama dewa malam
menyadap darah hitamnya yang mulai mengental.


#6
mantra yang kita panjatkan dari kitab itu
merasuk ke dalam darah,
melalui angin_angin malam.
dan kini, hati kita menjelma sepasang pedang.
jangan diam saja, kekasih !
mari kita saling tebas, tusuk dan cacah.
aku rindu dibunuh oleh mu
dan, aku juga rindu membunuhmu.

semarang, awal Des '04

0 Comments:

Post a Comment

<< Home