gumaman dari ujung jalan

telah sekian musim ku mencandumu
pada matamu ku pantulkan kerinduan kelam
pada bibirmu kupagutkan lidah narsis
pada dadamu ku rebahkan jejak_jejak ganjil
pada perutmu ku benamkan akar paling renta
sedang pada kakimu ku sempurnakan noda dari setiap celah matahari.
namun tetap saja aku menjadi pecandu setia
walau kau hadir tak selama situs purba di kerajaanku.
kau begitu mengena menjadi arca bagiku.
seandainya ritual magis yang suci
ku panjatkan pada roh mu disana
adalah semata_mata untuk membuka tabir sakral di langit kusammu.
biarlah hamparan kegelisahan
menerpa kuil yang kubangun dengan tetesan keringat dingin
daripada airmata yang kau tuang dengan segelas anggur asam.
aku jadi teringat saat kau memulai perjamuan semu
di tengah bukit terjal, dan badai beku
kau menunjukan sayap_sayap kaku
tepat di depan perapian mimpi yang kian redup
hingga sayap itu tak jelas lagi bayangannya
pandanganku kabur untuk mengabadikan di ingatan
namun kau tak peduli,
saat itu bagimu kehadiranku sudah cukup untuk memulai perjamuan
bukanlah iblis jahat yang kau citrakan
namun lebih ke malaikat tersesat, di bumi kosong yang kau ciptakan sendiri.
aku adalah satu_satunya tamu di tengah bukit terjal itu,
dan aku juga satu_satunya makhluk dungu yang mengabdi padamu,
sungguh awal yang sempurna untuk menggelapkan nurani.
namun aku tak pernah menyesal untuk itu,
karena menjadi budakmu adalah lebih indah ketimbang menjadi pengecut muda
dan, mungkin saat ini aku berani sesumbar
bahwa kau lah satu_satunya yang kusimpan disini
: di hidupku.
aprile, when i was your slave.. every breathing
0 Comments:
Post a Comment
<< Home